about us

Minggu, 07 Juni 2015

MAHASISWA MASA KINI; Diantara Idealisme dan Pragmatisme

Ir. Soekarno yang kita kenal sebagai proklamator kemerdekaan dan juga sekaligus presiden pertama Indonesia pernah mengungkapkan "Berikan aku 1000 orang tua maka akan kucabut Semeru dari akarnya. berikan aku 10 pemuda maka akan aku guncangkan dunia". ungkapan kalimat tersebut tentu memiliki makna yang sangat filosopis, tak lain ungkapan tersebut merupakan bentuk kepercayaan sang proklamator pada potensi diri yang dimiliki oleh pemuda.

Berbicara mengenai pemuda tentu tak pernah lepas dari mahasiswa, terlebih di era pendidikan telah menyentuh hampir semua elemen bangsa Indonesia. Jika melihat realitas kekinian, ujung tombak pemuda terletak pada sebuah status yang bernama mahasiswa. Mahasiswa dipercaya sebagai ujung tombak eksistesi pemuda, sebab pemikirannya yang kritis, tindakannya yang rasional dan perasaannya yang peka terhadap keadaan sosial. Oleh karena hal tersebut, mahasiswa dianggap sebagai suatu kekuatan moral yang mampu menjaga dan membangun kekuatan bangsa.

Lembaran sejarah telah banyak mencatat bahwa mahasiswa mampu dan telah menjadi bagian dari kemajuan suatu bangsa. Ia hadir dalam setiap pergolakan memperjuangkan kebangkitan, kesejahteraaan dan kemakmuran bangsa. Hal tersebut terjadi, karena kesadaran yang ada dalam dirinya tertanam idealisme yang suci, idealisme yang memanggilnya untuk turun dan berbuat untuk kemajuan bangsa. Namun seiring dengan berlalunya waktu, mahasiswa dengan banyak prestasi dan kepercayaan yang diberikan padanya justru seolah tenggelam terbuai oleh sejarah yang telah dibuat pendahulunya. Ia tak lagi tampil dengan idealisme sepenuh hati, rasionalitas tak lagi memberi arti, dan realitas tak lagi menyentuh perasaan. kini ia menjelma layaknya para pebisnis yang menawarkkan proyek atau jasa, meninggalkan idealisme demi berbagai tawaran yang menggiurkan. satu kata yang pernah saya dengar langsung dari generasi tua yang juga dulunya mahasiswa untuk menggambarkan mahasiswa masa kini, "Pragmatis".

Sebagai seorang mahasiswa masa kini, aku mencoba meramu lembaran sejarah emas mahasiswa dan ungkapan generasi tua tersebut. adakah titik temu antara sejarah dan realitas itu? sebab aku melihat kepercayaan dan kekecewaan pada objek yang sama, meski dipisahkan oleh ruang dan waktu yang berbeda. 

Dalam banyak perenungan dan diskusi tak banyak jawaban yang dapat aku simpulkan menjadi sebuah jawaban yang menyentuh substansi masalah, hanya sebuah ungkapan "sejarah takkan berulang untuk kedua kalinya dan setiap generasi memiliki corak dan gayanya tersendiri".












Tidak ada komentar:

Posting Komentar